Dengar Murattal Qur'an, Dosa?


Tahun 2013 ini rupanya harus memaksa kita untuk mendigitalkan kehidupan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka. Entah bagaimana judulnya kita menghadapinya. Terlebih di saat yang muslim harus mengkonversi sebagian syari'at yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.



Ikhwan dan akhwat yang semoga dicintai Allah,
Miris rasanya kalau bertolak soal pengkonversian Alqur'an menjadi perangkat-perangkat digital seperti sekarang. Coba deh lihat di cd cd, hape hape, atau di masjid masjid. Udah gak jarang kajian Alqur'an, kaset-kaset atau mp3 murattal misalnya, pada teriak sendiri gak ada yang dengerin. Sudah jauh dari yang diharapkan Rasul. Mungkin saya bagian dari yang appreciate terhadap gejolak modernitas muslim seperti sekarang meskipun buta teknologi. Tak jarang juga ikut-ikutan 'modern'. Tapi bagi mereka yang belum mengerti esensi Qur'an dan 'memaksakan telinga' untuk mendengar teriakan Qori' (pembaca Al-Qur'an) melalui pengeras suara digital, rupanya menjadi hal yang tabu jika diperhatikan.

The question is:
Dosa nggak sih kalau di suatu tempat ada yang memperdengarkan kaset-kaset murattal sedangkan di sekeliling kita juga ada yang mengobrol atau tidak menyimak apa yang didengarkannya? Lantas siapa yang berdosa dalam hal ini? Yang Mendengarkan atau yang memasang kaset tersebut?

Berikut penuturan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani yang dikaji dalam Kaifa Yajibu 'Alaina Annufasirral Qur'anal Karim, kitabnya;
Menurutnya, Apabila ada sebuah majelis yang memang majelis zikir dan ilmu yang di dalamnya ada tilawah Al-Qur'an maka siapaun yang hadir dalam majelis tersebut wajib diam dan menyimak bacaan tersebut. Dan berdosa bagi siapa saja yang sengaja mengobrol dan tidak menyimak bacaan tersebut. Dalilnya adalah surat Al-A'raf : 204"Apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah agar kalian mendapat rahmat" 

Adapun jika majelis tersebut bukan majelis ilmu dan zikir serta bukan majelis tilawah Al-Qur'an dan hanya tempat berkumpul biasa, mengobrol, diskusi, bekerja, belajar atau pekerjaan lain-lain, maka dalam suasana seperti ini tidak boleh ada yang mengeraskan bacaan Al-Qur'an baik secara langsung ataupun lewat pengeras suara (kaset), sebab hal ini berati memaksa orang lain untuk ikut mendengarkan Al-Qur'an. Padahal mereka sedang mempunyai kesibukan lain dan tidak siap untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an.
Jadi dalam keadaan seperti ini yang salah dan berdosa adalah orang yang memeperdengarkan kaset murattal tersebut.

Contoh dalam masalah ini misalnya; kita sedang melewati sebuah jalan, yang mana jalan tersebut terdengar suara murattal yang keras dari sebuah toko kaset. Begitu kerasnya murattal itu sehingga suaranya memenuhi jalanan. Apakah dalam keadaan seperti ini kita wajib diam untuk mendengarkan bacaan Al-Qur'an yang tidak pada tempatnya itu? Jawabannya tentu saja "tidak". Dan kita tidak bersalah ketika kita tidak mampu untuk menyimaknya. Yang bersalah dalam hal ini adalah yang memaksa orang lain untuk mendengarkannya dengan cara memutar keras-keras murattal tersebut dengan tujuan untuk menarik perhatian orang-orang yang lewat agar mereka tertarik untuk membeli dagangannya. Dengan demikian mereka telah mejadikan Al- Qur'an seperti seruling (nyanyian) sebagaimana telah di-nubuwah-kan (diramalkan) dalam sebuah hadits shahih (simak Ash-Shahihah No. 979). Kemudian mereka itu juga menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang rendah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, hanya caranya saja yang berbeda.

The conclusion is; ini Islamku, Apa Islammu? :)

Wallaahu a'lam.

0 komentar :